Satu hari, di tahun 2003, di hari yang sangat iseng, sambil melepas lelah di sebuah toko buku, sekedar mendinginkan diri di ruangan AC dari panasnya efek rumah kaca kota Jakarta. Kami, walaupun belum menikah, iseng membaca buku tentang nama-nama anak. Dan mata kami terpaku dengan sebuah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu “leta.” yang berarti kebahagiaan. Hmmm…. bukankah kebahagian itu yang manusia cari selama ini.
Buat apa banyak uang kalau kita tidak bahagia. Atau buat apa meratapi kekurangan yang ada tanpa pernah mensyukuri segala yang diberikan Tuhan padahal kita tidak pernah memintanya. Bahagiakah kita? Lalu dimanakah kita mencari kebahagiaan itu? Di hati, kata banyak orang. Tapi apakah benar kita harus mencari kebahagiaan itu? Jangan-jangan sebenarnya kita telah memiliki kebahagiaan itu namun kita tidak pernah menyadarinya. Atau kebahagiaan itu bukanlah sesuatu yang harus dicari atau ditemukan, melainkan adalah sebuah proses?
Sebuah proses?
Kebahagiaan sebuah proses? Berati bukanlah hasil. Bukan buah dari kerja keras, ketekunan, keuletan dan kesabaran. Melainkan merupakan bagian dari proses menjalani ketekunan, kerja keras, ulet dan sabar. Sebab kebahagiaan hanya milik kita sendiri, tidak dapat dibagi.
Setiap manusia memiliki kebahagiaannya sendiri-sendiri. Yang dapat kita bagi adalah hasil dari proses perjuangan yang kita lalui dengan bahagia itulah yang dapat bermanfaat untuk orang lain. Kebahagiaan adalah kuatnya iman kita mencengkeram hati, kokohya sikap kita untuk berdiri tegak menahan badai, dan menjulangnya perilaku kita menggapai kemuliaan Tuhan. Dengan iman, sikap dan perilaku kita yang bahagia tersebutlah kita akan mendapatkan hasil yang dapat bermanfaat untuk orang banyak.
Beriman dengan bahagia menguatkan kita untuk tidak terkontaminasi virus-virus kehidupan dunia. Berbeda jika kita beriman hanya karena orang tua kita memiliki iman tertentu, bukan karena kita memang merasa bahagia untuk mencintai Tuhan.
Bersikap teguh dan komit terhadap apa yang yang kita yakini dengan perasaan bahagia, tanpa paksaan tentu akan mengokohkan jati diri kita di masyarakat. Determinasi. Itu kata kuncinya. Sudahkah kita memilikinya?
Berperilaku jujur dan ikhlas dengan rasa bahagia di hati justru akan ‘meninggikan’ diri di antara orang lain.
Jika keimanan, sikap dan perilaku yang bahagia tersebut ada dalam diri kita, hujan badai sekalipun atau bahkan tekanan sederas air terjun jatuh di atas kepala kita, kita akan tetap berdiri tegak tak tergoyahkan.
Elleta, begitu akhirnya kami namai nama anak pertama kami. Semoga ‘leta’ (baca: kebahagiaan) selalu menjadi bagian dalam sukacita, susahcita, rinducita, dan cita lainnya yang selalu hadir di setiap hari, tiap menit dalam kehidupan kita.
No comments:
Post a Comment