![]() |
Dok. Pribadi |
Kita
kerap masih mendengar peristiwa tentang meninggalnya anak Indonesia yang akibat
kekuarangan gizi. Lihat saja faktanya,
sebesar 17% anak Indonesia mengalami kekurangan gizi (malnutrisi). Ini berarti
jika jumlah balita sebanyak 32 juta jiwa di Indonesia, maka sebanyak 5,440,000 anak balita Indonesia kekurangan
gizi!
Tidak
heran jika kita masih mendengar kenyataan mengenai 1.034 bayi di Aceh meninggal dunia
selama tahun 2013 akibat kekurangan gizi. Lebih 45 persen bayi bayi di Aceh
meninggal karena kekurangan gizi. Lalu di Provinsi Banten sebanyak 7,213 balita
mengalami gizi buruk dan 53,680 balita kekurangan gizi. Padahal anggaran
Pemprov Banten untuk penanggulangan gizi buruk mencapai Rp 9,7 miliar di tahun
2012. Sementara itu di Kalimantan Barat ditemukan 212 kasus gizi buruk dan 7
anak meninggal dunia karenanya.
Ironis,
di sebuah negeri yang melimpah sumber kekayaan alamnya ada anak manusia yang
mati karena malnutrisi. Ibarat pepatah mengatakan “tikus mati di lumbung padi.”
Bisa
kita bayangkan sebanyak 5 juta lebih anak Indonesia yang mengalami kekurangan
gizi tersebut tumbuh berkembang dalam 15 tahun mendatang saat mereka memasuki
usia produktif. Bisa jadi hanya akan menjadi beban negara jika sejak sekarang
ditanggulangi secara serius.
Melihat
krusialnya permasalahan di atas untuk ditanggulangi, Sarihusada meluncurkan
sebuah program terkait perbaikan gizi bagi penduduk Indonesia yaitu, Nutrisi untuk Bangsa.
Sarihusada
sebagai perusahaan yang sudah berdiri sejak 60 tahun lebih dengan misi
memperbaiki gizi anak bangsa, berkomitmen mendukung upaya perbaikan gizi yang
dilakukan oleh pemerintah melalui peningkatan kesadaran masyarakat akan
pentingnya gizi bagi ibu dan anak. Demikian kata Arif Mujahidin, Head of
Corporate Affairs Sarihusada.
Pada
Hari Jum’at, 20 Maret 2015, Sarihusada mengadakan diskusi dengan event
Nutritalk yang mengambil tema, “Sinergi Pengetahuan Lokal dan Keahlian Global bagi
Perbaikan Gizi Anak Bangsa.” Hadir dua narasumber ahli gizi pada acara tersebut,
yaitu Dr. Martine Alies sebagai Direktur Developmental Physiology &
Nutrition Danone Nutricia Early Life Nutrition, Belanda dan Prof. Dr. Ir.
Hardinsyah, Guru Besar Tetap Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia (FEMA),
Institut Pertanian Bogor.
Belanda
telah mendokumentasikan perubahan pertumbuhan generasi yang positif sejak tahun
1858, yang dicerminkan dari peningkatan rata-rata tinggi badan, dari anak-anak,
remaja, dan dewasa. Hal yang terpenting dalam proses perbaikan pertumbuhan
generasi positif ini adalah kebersihan, keluarga berencana, peningkattan gizi
dan kesehatan anak. Demikian kata Dr. Martine Alies.
“Seribu
hari pertama kehidupan adalah periode penting bagi pertumbuhan anak-anak,
karena dari periode ini terjadi pertumbuhan fisik dan penambahan masa otak,
serta pengembangan signifikan kemampuan kognitif, tulang, imunitas, system
pencernaan, dan organ-organ metabolisme. Kualitas pertumbuhan yang dialami pada
periode ini akan mempengaruhi kesehatan mereka di masa depan,” lanjut Martine.
Ternyata,
sejak 1000 hari pertama kehidupan, bayi harus mendapatkan gizi yang baik.
Seribu hari pertama kehidupan ini selama 270 hari dalam kandungan dan 730 hari
selama pasca kelahiran. Pentingnya memerhatikan gizi bayi pada masa ini karena
pada masa tersebut adalah masa pertumbuhan dan perkembangan seluruh organ dan
sistem tubuh pada janin sangat cepat. Oleh karena itu, sejak ibu mengandung
hendaknya mengonsumsi gizi yang baik, sehingga bisa menyehatkan ibu dan buah
hati.
Prof.
Hardinsyah menekankan untuk pemenuhan gizi seimbang terutama bagi calon ibu
hamil, ibu hamil, ibu menyusui dan Balita trus diperlukan. Terutama pada zat
gizi yang masih defisiensi, seperti protein, asam lemak esensial, zat besi,
kalsium, yodium, zink, vitamin A, vitamin D, dan asam folat.
Bonus Demografi Jangan
Menjadi Bencana
Kita
ketahui bahwa dalam 15 tahun ke depan Indonesia akan mengalami apa yang disebut
dengan bonus demografi. Yaitu lebih banyaknya penduduk usia produktif dibanding
penduduk usia ketergantungan. Nah kita tentu tidak mau bonus demografi itu
malah berubah menjadi bencana kependudukan di mana banyak penduduk yang berusia
produktif namun karena mengalami kekurangan gizi sewaktu kecil dan tidak
mendapatkan kesempatan atau akses pendidikan yang layak, malah akan menjadi
beban masalah bagi negara.
Dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, dari 10 isu
strategis tercantum 2 point penting yaitu tentang peningkatan kesehatan ibu dan
anak serta perbaikan status gizi masyarakat, sebagai arah pembangunan kesehatan
nasional dalam lima tahun ke depan.
Maka
sudah semestinya isu ini menjadi perhatian khusus bagi Kementerian Kesehatan, juga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Apalagi jika Ibu
Negara Iriani bisa turut peduli untuk mencanangkan program penanggulangan
gizi buruk untuk anak-anak Indonesia.
Kalau
boleh mengutip kepedulian Hillary Clinton atas persoalan yang sama, dia
mengatakan bahwa, “Meningkatkan gizi
bagi ibu dan anak merupakan salah satu biaya yang paling efektif dan alat yang
langsung berdampak dalam mengentaskan kemiskinan dan pembangunan yang
berkelanjutan.”
“Improving nutrition for
mothers and children is one of the most cost effective and impactful tools we
have for poverty elleviation and sustainable development.” (Hillary Clinton)
Mari kasih gizi baik seimbang buat anak \m/
ReplyDeleteYuk mari.. kita perbaiki gizi anak bangsa.. thx sudah berkunjung..
DeleteSekarang istilahnya gizi seimbang ya mak, bukan empat sehat lima sempurna lagi
ReplyDeleteIya betul mak.. gizi harus seimbang.. kalo pun 4 sehat 5 sempurna juga harus ada gizinya.. heeheehe.. thx mak dah mampir
DeleteSalut buat NUB dah..
ReplyDelete:D
Thx ya sudah mampir.. salam
ReplyDelete